Manusia diharpakan agar ia bersyukur kepada Tuhan telah terciptanya
bumi tempat kehidupan dan dapat mempelajari tentang bumi, apa saja yang
ada di dalam bumi dan diluar bumi itu sendiri. Manusia itu tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan untuk memelihara bumi sebagai karuniaNya.
Jika kita memelihara kebencian dan dendam, maka seluruh waktu dan
pikiran yang kita tidak mensyukuri penciptaan bumi. Tidak ada masalah
dengan masalah, yang menjadi masalah adalah cara kita mensyukuri atau
tidak karunia Tuhan. Dalam hati tiada yang lebih indah dari mensyukuri
nikmat dari Tuhan. Manusia sajalah yang kurang pandai memelihara
nikmat, sehingga ia merasa kurang bersyukur pada Tuhan. Kajian Tentang
Nikmat Allah dan Cara Mensyukurinya yaitu dengan memeliharan bumi.
Betapa kita perlu mensyukuri rahmat Allah ini, yang memang dicurahkan
kepada kita yang percaya kepada-Nya. Adalah menjadi tugas kita, untuk
menjaga keadaan rahmat yang kita terima di saat Pembaptisan ini, agar
kita sungguh didapati-Nya setia beriman sampai akhir, dengan selalu
bekerja sama dengan rahmat Tuhan, yaitu dengan mewujudkan iman dalam
perbuatan kasih, supaya kelak Tuhan berkenan menggenapi janji
keselamatan kekal itu bagi kita. Nafsu tak perlu dimatikan, hanya
butuh pengendalian diri atau sikap mengekang hawa nafsu. Jika belum
terbiasa konsekuensinya akan menimbulkan efek perasaan yang tidak nikmat
karena pupusnya kesenangan ragawi yang selalu didambakan jasad. Hal
inilah yang membuat kekecewaan dan akhirnya menimbulkan efek “kepedihan
atau kepahitan” yang dirasakannya. Sebaliknya, mengumbar hawa nafsu,
akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan (bersifat semu) yang tiada
taranya. Namun kesenangan itu hanya sebatas “kulit” atau kesenangan
imitasi yang tak ada limitnya. Bagai meneguk air laut, semakin banyak
diminum, semakin terasa haus. MANUSIA MENENTUKAN PILIHAN, TUHAN (ALAM) MENENTUKAN KONSEKUENSINYA
Semua orang dilengkapi dengan panca indera. Panca indera ibarat pisau,
manusia bebas memilih mau menggunakannya sebagai sarana yang positif dan
konstruktif atau digunakan sebagai sarana negatif dan destruktif. Yang
jelas, bukan urusan tuhan untuk mengatur apakah seseorang memilih jahat,
hidup berada dalam kegelapan, atau memilih menjadi baik, hidup dalam
cahaya terang. Jika tuhan yang memilihkan, berarti itu tuhan palsu yang
berada di dalam imajinasi manusia. Imajinasi manusia beresiko
“menciptakan” tuhan bodoh dengan manajemen yang tidak adil. Bagi tuhan
yang maha pinter, tentunya untuk menentukan pilihan tersebut semua
terserah manusia. Sementara itu, tuhan atau hukum alam semesta cukup
merangkai konsekuensi secara detil, adil dan lugas untuk masing-masing
pilihan manusia tersebut. Nah dengan pemahaman seperti ini, terasa tuhan
lebih adil kan. Selain itu, manusia akan berhenti mencari-cari kambing
hitam, menyalahkan tuhan karena tidak memberikan petunjuk untuk dirinya.
Petunjuk untuk menjatuhkan pilihan pun menjadi tanggungjawab setiap
manusia. Siapa yang mau berusaha, tentu akan membuahkan hasil.
Penderitaan merupakan keadaan tidak menyenangkan, yang menyiksa secara
lahir atau pun batin. Namun tidak semua penderitaan adalah bentuk laku
prihatin. Untuk menilai apakah suatu keadaan termasuk kategori laku
prihatin ataukah bukan, Anda bisa mencermati faktor penyebabnya. Selain
itu suatu penderitaan termasuk laku prihatin atau bukan, sangat
tergantung cara masing-masing individu dalam mengambil sikap.
Pertama, perilaku dan sikap yang tabah, sabar, tulus, bijaksana dan
arif. Tipikal pribadi demikian ini mempunyai level kesadaran yang
bermanfaat sebagai pengendalian nafsu. Kemerdekaan lahir dan batin yang
terbesar manusia justru pada saat mana ia bisa meredam, menahan, atau
mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Inilah sifat arif dan bijaksana,
yang merubah penderitaan menjadi bentuk “laku prihatin”. Bahkan dalam
tataran kesadaran spiritual yang lebih tinggi, seseorang akan menganggap
penderitaannya sebagai jalan “penebusan dosa” atau “menjalani sanksi”
(eksekusi pidana) atas kesalahan yang sadar atau tidak telah dilakukan
di waktu yang telah lalu. Dalam tradisi Jawa-isme, menjalani penderitaan
(musibah, bencana, sakit, kesulitan dll) dengan sikap sabar, tulus, dan
tabah, sepadan dengan makna karma-yoga atau kesadaran diri untuk
melakukan penebusan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Kedua,
sikap yang keduwung nepsu. Atau dikuasai oleh nafsunya sendiri manakala
tengah mengalami suatu penderitaan. Misalnya sikap emosional yang
berlebihan; bersedih terlalu berlarut-larut, kalap, putus asa, selalu
menggerutu dan grenengan, selalu mencari-cari kesalahan pada pihak-pihak
lain, serta tak mau melakukan instropeksi diri. Karena nafsu itu
ada, karena menjadi alat untuk bertahan hidup, regenerasi, serta
melangsungkan kehidupan. Sebaliknya, memanfaatkan nafsu secara
berlebihan atau tak terkendali sama halnya dengan melakukan bunuh diri
dan membunuh kehidupan lainnya secara perlahan namun pasti. Nafsu adalah
anugrah Tuhan, berkah alam semesta juga. Nafsu hanya perlu dimanfaatkan
sebagaimana mestinya sesuai kodrat alam. Jika digunakan secara arif dan
bijak akan menghasilkan kebaikan pula. Bukankah semua manusia lahir ke
bumi berkat “jasa baik” sang nafsu juga. Sebab itu, nafsu tidak perlu
dimusnahkan atau dilenyapkan dari dalam jagad alit diri manusia.
Pengendalian nafsu bertujuan supaya seseorang berpegang pada prinsip
nuruti kareping rahsa. Bukan sebaliknya nuruti rasaning karep. Sampai
disini, alasan utama mengapa seseorang perlu menjalani laku prihatin,
tidak lain untuk menggapai kesadaran lebih tinggi dalam memaknai apa
sejatinya hidup di dunia ini. Pada gilirannya, kesadaran tersebut dapat
menjadi sarana utama untuk menggapai kualitas hidup yang lebih tinggi.
Secara spiritual, laku prihatin mempunyai energi yang memancar ke segala
penjuru. Energi yang timbul dari dalam diri (jagad kecil) yang selaras
dan harmonis dengan hukum alam (jagad besar). Keselarasan dan sinergi di
antara keduanya inilah yang akan menempatkan seorang penghayat laku
prihatin dalam jalur hidup yang penuh dengan anugrah dan berkah alam
semesta. PRINSIP DASAR DALAM LAKU PRIHATIN Menjalani laku
prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk mengendalikan
nafsu negatif yang bersumber dari kelima indera yang dengan instrumen
hati sebagai terminal nafsu tersebut (tapa brata dan tarak brata). Kita
semua tahu, bahwa pemenuhan nafsu negatif memiliki daya tarik yang luar
biasa karena di dalamnya menyimpan segudang kenikmatan. Kenikmatannya
sungguh dahsyat dan menggiurkan, namun bersifat semu atau imitasi. Anda
bisa juga menyebutnya sebagai kenikmatan palsu, di mana kenikmatannya
bersifat tidak langgeng, dan cenderung merusak. Tak ada kepuasan, dan
setiap saat minta dituruti kemauannya tanpa kenal waktu. Setiap hari
tuntutan nafsu akan semakin bertambah kompleks dan semakin variatif.
Artinya, tingkat kepuasan nafsu hanyalah sementara saja. Apabila nafsu
berubah menjadi liar maka karakternya menjadi negatif dan destruktif.
Sebagai konsekuensinya, bagi yang belum terbiasa menjalani laku
prihatin, ia akan merasakan “kepedihan” dan “kehausan” dalam hati.
Bagaikan minum air garam, semakin banyak minum Anda akan semakin merasa
haus. Itulah karakter nafsu negatif. Paling prinsip menjalani laku
prihatin, adalah berupa PENGUASAAN dan DOMINASI “kerajaan batin”
terhadap “kerajaan jasad” yang berpusat di dalam gejolak nafsu.
0 komentar:
Posting Komentar